Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahullahu Ta’ala
Pertanyaan:
Apa aturan seseorang yang berziarah kubur kemudian membaca surat Al-Fatihah, khususnya di kubur para wali. Hal ini sebagaimana yang mereka katakan di sebagian negeri, “Aku tidak bermaksud berbuat syirik. Akan tetapi, jikalau saya tidak ziarah ke kubur wali ini, maka dia akan tiba kepadaku dalam mimpiku dan berkata kepadaku, ‘Mangapa Engkau tidak menziarahi kuburku?’”
Apa aturan perbuatan semacam ini? Semoga Allah Ta’ala membalas Engkau dengan pahala kebaikan.
Jawaban:
Disunnahkan bagi pria untuk ziarah kubur sebagaimana yang Allah Ta’ala syariatkan menurut sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة
“Berziarah kuburlah, bahwasanya hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhira.” (HR. Muslim).
Juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, dari Buraidah bin Al-Khushaib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para sahabatnya dikala berziarah kubur untuk mengucapkan,
السلام عليكم أهل الديار من المؤمنين والمسلمين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، نسأل الله لنا ولكم العافية
“Semoga keselamatan tercurahkan untukmu, wahai para penghuni kubur, dari (golonagn) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insyaaallah akan menyusul kalian. Kami meminta keselamatan kepada Allah untuk kami dan juga untuk kalian.“
Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa bahwasanya jikalau dia ziarah kubur, dia shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون، يرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين، اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد
“Semoga keselamatan tercurahkan atas kalian wahai para penghuni kubur orang-orang yang beriman. Kami insyaaallah akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang tiba belakangan. Ya Allah, ampunilah para penghuni kubur Baqi’ (pemakaman penduduk Madinah, pen.)”
Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya dari Al-Qur’an dikala berziarah kubur. Oleh alasannya ialah itu, membaca surat Al-Fatihah dikala ziarah kubur termasuk bid’ah, demikian pula membaca surat Al-Qur’an yang lainnya. Hal ini menurut sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa yang membuat-buat suatu masalah di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka masalah tersebut tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang melaksanakan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amal tersebut tertolak.“
Dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata dikala khutbah Jum’at,
أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah kitabullah, sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk masalah ialah masalah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah ialah kesesatan.”
Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dengan tambahan,
وكل ضلالة في النار
“Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”
Menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk berpegang dengan syariat dan waspada terhadap bid’ah dalam berziarah kubur dan yang lainnya. Ziarah kubur yang disyariatkan bagi kubur kaum muslimin semuanya itu sama, baik kubur itu milik mereka yang disebut sebagai wali ataukah bukan. Setiap mukmin pria dan perempuan, semuanya ialah wali Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah, bahwasanya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan (tidak pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” (QS. Yunus [10]: 62-63).
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya. Orang-orang yang berhak menguasainya hanyalah orang-orang yang bertakwa, akan tetapi kebanyakan mereka tidaklah mengetahui” (QS. Al-Anfal [8]: 34).
Tidak boleh bagi peziarah kubur dan yang lainnya untuk berdoa (meminta) kepada orang mati, memohon pemberian (istighatsah) kepadanya, bernadzar kepadanya, menyembelih untuknya di sisi kubur mereka, atau di daerah mana pun untuk mendekatkan diri dengannya dalam rangka meminta syafaat kepada mereka, atau mengaharap kesembuhan, atau membantu mereka dalam melawan musuh-musuhnya, atau kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Karena semua masalah ini termasuk ibadah, sedangkan ibadah semuanya itu hanya untuk Allah Ta’ala semata.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku membuat jin dan insan kecuali biar mereka beribadah (mentauhidkan) Aku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56).
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan bahwasanya masjid-masjid itu ialah kepunyaan Allah. Maka janganlah kau menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS. Al-Jin [72]: 18).
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain Dia” (QS. Al-Isra’ [17]: 23).
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafur tidak menyukainya” (QS. Ghaafir [40]: 14).
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ * لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan saya ialah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’” (QS. Al-An’am [6]: 162-163).
Ayat-ayat semacam ini banyak sekali.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma,
حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا
“Hak Allah atas hamba-Nya ialah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini meliputi seluruh ibadah, berupa shalat, puasa, ruku’, sujud, haji, doa, menyembelih, nadzar, dan jenis-jenis ibadah lainnya. Sebagaimana ayat-ayat sebelumnya juga meliputi semua jenis ibadah.
Diriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لعن الله من ذبح لغير الله
“Allah melaknat orang-orang yang menyembelih kepada selain Allah” (HR. Muslim).
Dalam Shahih Bukhari dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم إنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana kaum Katolik berlebih-lebihan terhadap Isa bin Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya.’”
Hadits-hadits perihal perintah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala semata dan larangan berbuat syirik serta sarana-sarana menuju kesyirikan sangat banyak dan telah kita ketahui.
Adapun perempuan, maka tidak ada tawaran ziarah kubur bagi mereka. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لعن زائرات القبور
“Allah melaknat para perempuan yang berziarah kubur.”
Adapun hikmah hal ini –Wallahu a’lam- karena terkadang muncul fitnah atas mereka dan bagi kaum lelaki dikala mereka ziarah kubur. Pada awal-awal Islam, ziarah kubur dihentikan untuk mencegah kesyirikan. Ketika Islam berkembang dan tersebarlah fatwa tauhid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkan untuk semunya (baik pria dan perempuan). Setelah itu, perempuan dikhusukan (dikecualikan) sehingga mereka dihentikan ziarah kubur dalam rangka mencegah fitnah yang ditimbulkan darinya.
Adapun kubur orang kafir, maka tidak ada larangan untuk berziarah ke sana dalam rangka mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran. Akan tetapi, tidak boleh mendoakan atau memohon ampun untuk mereka. Hal ini menurut hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia meinta ijin kepada Allah Ta’ala untuk memohonkan ampun atas ibundanya, namun tidak Allah Ta’ala ijinkan. Kemudian dia meminta ijin untuk menziarahi kubur ibundanya, dan Allah Ta’ala ijinkan. Karena ibunda dia meninggal dunia di masa jahiliyah dan masih berada di atas agama kaumnya dikala itu (agama kesyirikan).
Aku meminta kepada Allah untuk memperlihatkan taufik kepada kaum muslimin, baik pria dan perempuan, biar mereka sanggup memahami agamanya dan konsisten di atasnya, baik dalam hal akidah, perkataan dan amal perbuatan. Dan lindungilah mereka dari semua hal yang bertentangan dengan syariat. Sesungguhnya Engkau Maha penolong dan berkuasa atas hal itu. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
***
Selesai diterjemahkan ba’da subuh, Rotterdam NL, 7 Shafar 1439/28 Oktober 2017
Yang senantiasa membutuhkan ampunan Rabb-nya,
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
0 Response to "Tentang Ziarah Kubur, Bagaimana Hukumnya?"