Berdasarkan perhitungan pengupahan provinsi, maka Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatra Barat tahun 2018 sebesar Rp 2,1 juta. Angka ini naik 8,71 persen dari UMP tahun 2017 sebesar Rp 1,9 juta. Perhitungan kenaikan UMP ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 wacana Pengupahan, yakni dari penjumlahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi ketika ini, lalu dikalikan dengan besaran UMP di tahun berjalan. Dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar Nazrizal menilai, kenaikan UMP secara "pasti" setiap tahunnya merupakan hal kasatmata bagi pekerja di Sumatra Barat. Kenaikan UMP ini, lanjutnya, dibutuhkan bisa memotivasi para pekerja untuk bisa berkontribusi dalam pekerjaanya seoptimal mungkin.
"Semoga para pekerja di Sumbar bisa memanfaatkan peluang kerja yang tengah dijalani dengan baik," kata Nazrizal, Kamis (26/10).
Sementara itu, Ketua Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatra Barat Muzakir Aziz menilai bahwa adanya PP 78 tahun 2018 wacana Pengupahan merupakan satu jaminan bagi para buruh dan pekerja lainnya untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan. Berdasarkan survei awal dalam penentuan formula pengupahan, lanjutnya, UMP di Sumatra Barat sudah tergolong di atas Kebutuhan Hidup Layak (HKL) skala nasional. Artinya, menurutnya, besaran UMP di Sumatra Barat terbilang ideal jika dibandingkan dengan KHL yang ada.
Ganjalan yang ada, berdasarkan Muzakir, ialah peruntukan beleid pengupahan yang masih belum tegas. Menurutnya ketika ini masih banyak bos atau pemilik perjuangan yang belum menggaji pekerjanya di bawah UMP. Contohnya ialah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkontribusi terhadap 90 persen lebih jenis perjuangan di Sumatra Barat.
"Apakah seluruh UMKM itu mampu dibayar sesuai UMP? Kalau dipaksa Rp 2,1 juta kan tutup dia," ujar Muzakir.
Hal tersebut menciptakan beleid soal pengupahan tidak dijalankan sepenuhnya di lapangan. Hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang dianggap mampu memenuhi besaran UMP tersebut. Sayangnya jika ditilik lebih jauh, Muzakir melihat ada kecenderungan perusahaan besar menentukan menurunkan skala gajinya menyesuaikan UMP. Kondisinya, UMKM tak mampu menggaji sesuai UMP, namun perusahaan raksasa menentukan menggaji karyawan dengan honor "mepet" UMP.
"Makanya ketika ada yang nggak bayar UMP pemerintah nggak bisa apa-apa saja. Kalau perlu UU ini diubah lagi fokusnya UMP buat siapa saja," katanya.
Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumbar Arsukman Eddy menyebutkan pihaknya mendukung model penghitungan sesuai beleid tersebut, alasannya ialah dinilai sudah mengakomodir seluruh kelompok.
“Kami baiklah dengan penghitungan ini, alasannya ialah tidak ada lagi perundingan antara serikat pekerja dengan perusahaan,” katanya.
Namun, beliau mengingatkan yang paling penting diingat adalah, bagaimana memastikan pengusaha patuh membayarkan kewajiban kepada pekerja sesuai dengan besaran upah yang disepakati.
“Yang paling penting adalah, memastikan pengusaha patuh dengan besaran UMP itu,” ujarnya.
Untuk itu, Arsukman meminta pemerintah tegas mengawasi dan memastikan pengusaha patuh membayarkan upah sesuai ketetapan.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan penetapan UMP 2018 itu berlaku secara menyeluruh di 34 provinsi di Tanah Air.
“Kami [BPS] telah menyerahkan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional ke Kementerian Tenaga Kerja sebagai aliran untuk menetapkan UMP 2018,” katanya.
Sumber republika.co.id dan sumber lainnya
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar Nazrizal menilai, kenaikan UMP secara "pasti" setiap tahunnya merupakan hal kasatmata bagi pekerja di Sumatra Barat. Kenaikan UMP ini, lanjutnya, dibutuhkan bisa memotivasi para pekerja untuk bisa berkontribusi dalam pekerjaanya seoptimal mungkin.
"Semoga para pekerja di Sumbar bisa memanfaatkan peluang kerja yang tengah dijalani dengan baik," kata Nazrizal, Kamis (26/10).
Sementara itu, Ketua Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatra Barat Muzakir Aziz menilai bahwa adanya PP 78 tahun 2018 wacana Pengupahan merupakan satu jaminan bagi para buruh dan pekerja lainnya untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan. Berdasarkan survei awal dalam penentuan formula pengupahan, lanjutnya, UMP di Sumatra Barat sudah tergolong di atas Kebutuhan Hidup Layak (HKL) skala nasional. Artinya, menurutnya, besaran UMP di Sumatra Barat terbilang ideal jika dibandingkan dengan KHL yang ada.
Ganjalan yang ada, berdasarkan Muzakir, ialah peruntukan beleid pengupahan yang masih belum tegas. Menurutnya ketika ini masih banyak bos atau pemilik perjuangan yang belum menggaji pekerjanya di bawah UMP. Contohnya ialah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkontribusi terhadap 90 persen lebih jenis perjuangan di Sumatra Barat.
"Apakah seluruh UMKM itu mampu dibayar sesuai UMP? Kalau dipaksa Rp 2,1 juta kan tutup dia," ujar Muzakir.
Hal tersebut menciptakan beleid soal pengupahan tidak dijalankan sepenuhnya di lapangan. Hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang dianggap mampu memenuhi besaran UMP tersebut. Sayangnya jika ditilik lebih jauh, Muzakir melihat ada kecenderungan perusahaan besar menentukan menurunkan skala gajinya menyesuaikan UMP. Kondisinya, UMKM tak mampu menggaji sesuai UMP, namun perusahaan raksasa menentukan menggaji karyawan dengan honor "mepet" UMP.
"Makanya ketika ada yang nggak bayar UMP pemerintah nggak bisa apa-apa saja. Kalau perlu UU ini diubah lagi fokusnya UMP buat siapa saja," katanya.
Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumbar Arsukman Eddy menyebutkan pihaknya mendukung model penghitungan sesuai beleid tersebut, alasannya ialah dinilai sudah mengakomodir seluruh kelompok.
“Kami baiklah dengan penghitungan ini, alasannya ialah tidak ada lagi perundingan antara serikat pekerja dengan perusahaan,” katanya.
Namun, beliau mengingatkan yang paling penting diingat adalah, bagaimana memastikan pengusaha patuh membayarkan kewajiban kepada pekerja sesuai dengan besaran upah yang disepakati.
“Yang paling penting adalah, memastikan pengusaha patuh dengan besaran UMP itu,” ujarnya.
Untuk itu, Arsukman meminta pemerintah tegas mengawasi dan memastikan pengusaha patuh membayarkan upah sesuai ketetapan.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyampaikan penetapan UMP 2018 itu berlaku secara menyeluruh di 34 provinsi di Tanah Air.
“Kami [BPS] telah menyerahkan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional ke Kementerian Tenaga Kerja sebagai aliran untuk menetapkan UMP 2018,” katanya.
Sumber republika.co.id dan sumber lainnya
0 Response to "Ump Sumatera Barat 2018, Naik 8,71% Sesuai Pp"