Ciri-ciri Sapi Bali dan Karakter Reproduksinya
Sapi Bali yaitu salah satu sapi lokal orisinil Indonesia yang sesuai dengan namanya sapi ini berkembang pesat di Bali. Adanya sapi Bali ini menimbulkan pulau Bali menjadi salah satu propinsi yang merupakan penyangga ketersediaan sapi lokal disamping propinsi lain mirip Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB dan NTT.
Sapi Bali mempunyai ciri khusus mirip adanya warna putih pada kaki yang mirip atau mirip kaos kaki putih dan adanya warna putih membulat ada bab pantatnya yang merupakan ciri khas dan tidak dimiliki oleh sapi lain. Keunggulan lain sapi Bali yaitu mempunyai tulang yang kecil sehingga sangat disukai jagal alasannya yaitu dengan tulang kecil ini persentase daging menjadi lebih banyak. Tetapi tulang kecil ini juga menjadi kelemahan sapi Bali yang berukuran besar contohnya diatas 500 kg alasannya yaitu tulang yang kecil dan berat tubuh yang besar menimbulkan kaki sapi Bali gampang patah ketika turun dari truk.
Ukuran tubuh sapi Bali ternyata sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya yang berkaitan dengan administrasi pemeliharaan di kawasan pengembangan. Sebagai citra umum ukuran tubuh yang dilaporkan Pane (1990) dari empat lokasi berbeda (Bali, NTT, NTB dan Sulawesi selatan) diperoleh data sbb:
Karakteristik reproduktif antara lain :
Pemerintah Bali melalui Disnak Bali sangat memperhatikan kelestarian sapi Bali ini sehingga pengeluaran sapi Bali keluar Propinsi Bali sangat ketat dan diatur dengan kuota tertentu per tahun. Saat kuota habis maka pedagang sapi yang akan mengeluarkan sapi Bali harus menunggu hingga terbitnya kuota gres pada tahun berikutnya.
Sapi Bali yaitu salah satu sapi lokal orisinil Indonesia yang sesuai dengan namanya sapi ini berkembang pesat di Bali. Adanya sapi Bali ini menimbulkan pulau Bali menjadi salah satu propinsi yang merupakan penyangga ketersediaan sapi lokal disamping propinsi lain mirip Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB dan NTT.
Sapi Bali mempunyai ciri khusus mirip adanya warna putih pada kaki yang mirip atau mirip kaos kaki putih dan adanya warna putih membulat ada bab pantatnya yang merupakan ciri khas dan tidak dimiliki oleh sapi lain. Keunggulan lain sapi Bali yaitu mempunyai tulang yang kecil sehingga sangat disukai jagal alasannya yaitu dengan tulang kecil ini persentase daging menjadi lebih banyak. Tetapi tulang kecil ini juga menjadi kelemahan sapi Bali yang berukuran besar contohnya diatas 500 kg alasannya yaitu tulang yang kecil dan berat tubuh yang besar menimbulkan kaki sapi Bali gampang patah ketika turun dari truk.
Ukuran tubuh sapi Bali ternyata sangat dipengaruhi oleh tempat hidupnya yang berkaitan dengan administrasi pemeliharaan di kawasan pengembangan. Sebagai citra umum ukuran tubuh yang dilaporkan Pane (1990) dari empat lokasi berbeda (Bali, NTT, NTB dan Sulawesi selatan) diperoleh data sbb:
- Tinggi gumba Jantan : 122-126 cm.
- Tinggi gumba Betina : 105-114 cm.
- Panjang tubuh Jantan : 125-142 cm.
- Panjang tubuh Betina : 117-118 cm.
- Lingkar dada Jantan : 180-185 cm.
- Lingkar dada Betina : 158-160 cm
- Tinggi panggul : 122 cm
- Lebar dada: 44 cm
- Dalam dada: 66 cm.
- Lebar panggul : 37 cm
- Berat sapi jantan : 450 kg.
- Berat Sapi Betinanya: 300 – 400 kg.
Karakteristik reproduktif antara lain :
- Fertilitas sapi Bali : 83 – 86 %, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 %.
- Periode kehamilan: 280 – 294 hari.
- Persentase kebuntingan: 86,56 %.
- Tingkat janjkematian kelahiran anak sapi : 3,65 %
- Persentase kelahiran : 83,4 %.
- Interval penyapihan: 15,48 – 16,28 bulan.
- Umur cukup umur kelamin betina : 18-24 bulan, kelamin jantan : 20-26 bulan (Payne dan Rollison, 1973; Pane, 1991).
- Umur kawin pertama betina: 18-24 bulan, jantan: 23-28 bulan
- Beranak pertama kali : 28-40 bulan dengan rataan 30 bulan (Sumbung et al., 1978; Davendra et al., 1973; Payne dan Rollinson, 1973).
- Lama bunting : 285-286 hari (Darmadja dan Suteja, 1975).
- Jarak beranak : 14-17 bulan (Darmadja dan Sutedja, 1976).
- Persentase kebuntingan : 80-90%.
- Persentase beranak : 70-85% (Pastika dan Darmadja, 1976; Pane, 1991).
- Rata-rata siklus estrus : 18 hari, pada sapi betina cukup umur muda berkisar antara 20 – 21 hari.
- Sedangkan pada sapi betina yang lebih bau tanah : 16-23 hari (Pane, 1979) selama 36 – 48 jam berahi dengan masa subur antara 18 – 27 jam (Pane 1979; Payne, 1971) dan menunjukkan birahi kembali setelah beranak antara 2-4 bulan (Pane, 1979).
- Sapi Bali menunjukkan estrus musiman (seasonality of oestrus), pada Bulan Agustus – januari : 66%. Pada Bulan Mei – Oktober : 71%
- Data dari kelahiran terjadi bulan Mei – Oktober,dengan sex ratio kelahiran jantan : betina sebesar 48,06% : 51,94% (Pastika dan Darmadja, 1976).
- Persentase janjkematian sebelum dan setelah disapih pada sapi Bali berturut-turut yaitu 7,03% dan 3,59% (Darmadja dan Suteja, 1976).
- Persentase janjkematian pada umur cukup umur sebesar 2,7% (Sumbung et al., 1976).
- Berat lahir sapi Bali anak betina sebesar 15,1 kg,dan 16,8 kg untuk anak jantan (Subandriyo et al., 1979)
- Berat lahir sapi Bali pada pemeliharaan dengan mono kultur padi, teladan tanam padi-palawija dan tegalan masing-masing sebesar 13,6, 16,8 dan 17,3 kg (Darmaja, 1980).
- Berat sapih kisaran antara 64,4-97 kg (Talib et al., 2003), untuk sapih jantan sebesar 75-87,6 kg dan betina sebesar 72-77,9 kg (Darmesta dan Darmadja, 1976); 74,4 kg di Malaysia (Devendra et al., 1973); 82,8 kg pada pemeliharaan lahan sawah, 84,9 kg dengan teladan tanam padi – palawija, 87,2 kg pada tegalan (Darmadja, 1980).
- Berat umur setahun berkisar antara 99,2-129,7 kg (Talib et al., 2003) dimana sapi betina sebesar 121-133 kg dan jantan sebesar 133-146 kg (Lana et al., 1979).
- Berat cukup umur berkisar antara 211-303 kg untuk ternak betina dan 337-494 kg untuk ternak jantan (Talib et al., 2003).
- Pertambahan bobot tubuh harian hingga umur 6 bulan sebesar 0,32-0,37 kg dan 0,28-0,33 kg masing-masing jantan dan betina (Subandriyo et al., 1979; Kirby, 1979).
- Pertambahan bobot tubuh pada banyak sekali administrasi pemeliharaan antara lain pemeliharaan tradisional sebesar 0,23-0,27 kg (Nitis dan Mandrem, 1978); penggembalaan alam sebesar 0,36 kg (Sumbung et al., 1978); perbaikan padang rumput sebesar 0,25-0,42 kg (Nitis, 1976); pemeliharaan intensif sebesar 0,87 kg (Moran, 1978).
Pemerintah Bali melalui Disnak Bali sangat memperhatikan kelestarian sapi Bali ini sehingga pengeluaran sapi Bali keluar Propinsi Bali sangat ketat dan diatur dengan kuota tertentu per tahun. Saat kuota habis maka pedagang sapi yang akan mengeluarkan sapi Bali harus menunggu hingga terbitnya kuota gres pada tahun berikutnya.
0 Response to "Sapi Bali, Karakteristik Reproduksi Dan Ciri-Cirinya"