Gangguan Ovulasi, Salah Satu Penyebab Sapi Susah Bunting dan Cara Mengatasinya
Mekanisme terjadinya ovulasi :
a. Hormonal :
Setelah folikel-folikel tumbuh lantaran imbas hormon FSH dari pituitari anterior,maka sel-sek folikel bisa menghasilkan estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam takaran kecil akan mengakibatkan terlepasnya hormon LH. Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar dan persobekan pada tempat stigma yang pucat lantaran tempat ini kurang memperoleh darah.
b. Neural :
Rangsangan pada luar servik, baik pada ketika kopulasi atau kawin buatan akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf sentra yang akan diterima oleh hipotalamus. Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akan meningkat sehingga menjadikan ovulasi.
Dari sisa-sisa folikel yang telah mengalami ovulasi akan terbentuk majemuk tenunan yaitu :
a. Korpus haemoragikum
Setelah ovulasi akan diikuti santunan darah yang lebih pada sisa-sisa folikel. Terjadi hipertropi dan hiperplasi pada tenunan sehingga tebentuk benda yang bundar menonjol dipermukaan ovarium,kenyal,dan berwarna merah
b. Korpus Luteum
Sebagai jawaban dari proses luteinasi dari korpus haemoragikum oleh imbas hormon LTH, terjadilah pertumbuhan lebih lanjut dari sel-sel tersebut. Tenenuan gres akan berubah warna menjadi kuning dan menghasilkan progesteron yang lama-lama akan tinggi pada puncak siklus birahi.
c. Korpus Albikansia
Berhentinya kegiatan korpus luteum dalam menghasilkan progesteron akan mengakibatkan degenerasi dari sel-selnya lantaran sudah tidak memperoleh suplai darah maka bentuknya menjadi sangat kecil dan berwarna pucat.
Ovulasi pada sapi terjadi sekitar 10-12 jam sesudah estrus berakhir. Adanya gangguan pada ketika ovulasi sanggup mengakibatkan tidak terjadinya fertilisasi dan atau gangguan perkembangan embrio. Gangguan ovulasi sanggup terjadi lantaran defisiensi atau ketidakseimbangan endokrin dan faktor mekanik.
Gangguan ovulasi sanggup berupa ovulasi tertunda, anovulasi dan sista folikuler.
1. Ovulasi tertunda (Delayed ovulation)
Ovulasi tertunda merupakan salah satu penyebab infertilitas. Kejadian ini sanggup menyebebkan perkawinan atau IB tidak sempurna waktu sehingga fertilisasi tidak terjadi dan kesannya kegagalan kebuntingan. Penyebab ovulasi tertunda bisa lantaran rendahnya kadar LH dalam darah atau lantaran diperpanjangnya masa folikuler. Diagnosis sanggup dilakukan secara per rektal folikelnya yaitu 24-36 jam sesudah estrus berakhir. Gejala yang tampak pada perkara ini yaitu terjadinya kawin berulang. Terapi sanggup dilakukan dengan injesi GnRH (100-250 mikrogram Gonadorelin) ketika IB atau santunan hCG.
2. Sista Ovaria
Ovaria dikatakan sistik bila mengandung satu atau lebih struktur yang berisi cairan dan lebih besar dibanding folikel yang masak. Adanya sista tersebut mengakibatkan folikel de graf tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi dan atresia atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan memetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau nimfomania.
Sista ovaria merupakan salah satu penyebab infertilitas. Faktor predeposisinya yaitu herediter dan diet. Penyebab sista ovaria yaitu gangguan ovulasi dan endokrin. Terapinya sanggup dengan LH/HCG, GnRH, PGF2α. Berdasarkan kejadiannya sista ovaria dibagi menjadi sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
a. Sista folikuler
Merupakan sekumpulan folikel yang tidak mengalami ovulasi disebabkan lantaran rendahnya hormone LH. Jumlah sista bisa satu atau lebih pada salah satu ovarium atau keduanya. Gejala sista folikuler yaitu estrus terus menerus ( nimfomania ) bila sistanya banyak atau anestrus bila sistanya sedikit dan sifatnya anovulotorik. Jika kejadian nimfomania menjadi kronis bisanya mengakibatkan sterility hump. Pada investigasi per rectal terhadap ovarium akan teraba permukaan halus, diameter > 2,5 cm, dinding tipis dan bila ditekan ada fluktuasi. Terapinya sanggup dilakukan dengan cara enukleasi dan santunan hormone LH atau HCG.
b. Sista luteal
Terbentuk lantaran folikel mengalami luteinisasi jawaban peningkatan LTH secara mendadak. Kejadian sista luteal biasanya tunggal pada ovarium dan sering terjadi pada sapi perah yang produksinya tinggi. Gejala sista luteal yaitu tidak mengatakan estrus ( anestrus ) dan sifatnya anvulatorik ( tidak bisa berovulasi ). Pada investigasi per rectal terhadap ovarium teraba diameter > 2,5 cm, permukaan antara ovarium dan luteal berbatas jelas, dindingnya tebal dan bila ditekan terasa kenyal. Terapinya dengan santunan PGF2α atau dengan cara enukleasi terhadap sista luteal.
c. Sista korpora luteal
Sista yang terbentuk dari folikel yang telah berovulasi lalu mengalami luteinisasi sebagian sehingga ada serpihan tengah yang berongga dan berisi cairan., biasanya tunggal pada salah satu ovarium. Pada dasarnya kondisi ini memiliki siklus normal, estrus dan ovulasi serta fertilisasi sanggup terjadi namun kondisi konsepsi tidak sanggup dipertahankan lantaran progesterone dalam darah rendah. Manifesti dari sista korpora luteal ditandai dengan adanya kawin berulang. Pada palpasi per rectal ovarium teraba kenyal bila ditekan, diameter besar > 2,5 cm dan berdinding tebal. Terapinya dengan PGF2α bila tidak terjadi kebuntingan.
3. Anovulasi
Sering dikaitkan dengan true anestrus, namun estrus sanggup terjadi tetapi folikel mengalami regresi atau atresia. Juga sering terjadi pada sapi sesudah partus, dimana ada kegiatan ovarium yang ditandai dengan adanya estrus namun lemah lantaran folikel tidak berkembang secara maksimum dan hilang (anestrus) lantaran folikel mengalami regresi. Tidak berkembangnya folikel hingga masak dan tidak terjadinya ovulasi mungkin disebabkan lantaran rendahnya kadar hormone FSH dan LH.
Kadang folikel tidak regresi dan mencapai ukuran 2-2,5 cm, tapi dindingnya mengalami luteinisasi sehingga menyerupai dengan korpus luteum atau folikel berubah menjadi folikel de graf tetapi gagal ovulasi lantaran gangguan pelepasan hormone gonadotropin.
Gejala klinis dalam perkara ini adanya estrus kembali sesudah perkawinan atau adanya kawin berulang. Pada investigasi per rectal terhadap ovarium teraba rounded atau halus, tidak ada fluktuasi, solid menyerupai korpus luteum. Terapi memakai HCG atau GnRH.
Sumber: www.vet-klinik.com
sapi susah bunting, sapi majir, sapi betina afkir, gangguan kebuntingan, gangguan ovulasi, invertilitas, hormon, cara mengatasi sapi induk susah buntingOvulasi yaitu proses terlepasnya sel ovum dari ovarium sebagai jawaban pecahnya folikel yang telah masak. Waktu yang diperlukan oleh seluruh proses ovulasi tergantung pada lokasi sel telur dalam folikel. Waktu ovulasi akan singkat apabila sel telur berada di dasar folikel dan akan usang apabila sel telur berada akrab pada stigma yang menonjol dipermukaan ovarium.
Mekanisme terjadinya ovulasi :
a. Hormonal :
Setelah folikel-folikel tumbuh lantaran imbas hormon FSH dari pituitari anterior,maka sel-sek folikel bisa menghasilkan estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam takaran kecil akan mengakibatkan terlepasnya hormon LH. Hormon LH memegang peranan penting dalam menggertak terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel terjadi adanya tekanan dari dalam folikel yang bertambah besar dan persobekan pada tempat stigma yang pucat lantaran tempat ini kurang memperoleh darah.
b. Neural :
Rangsangan pada luar servik, baik pada ketika kopulasi atau kawin buatan akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf sentra yang akan diterima oleh hipotalamus. Nantinya akan disekresikan LH realising hormon dan kadar LH dalam darah akan meningkat sehingga menjadikan ovulasi.
Dari sisa-sisa folikel yang telah mengalami ovulasi akan terbentuk majemuk tenunan yaitu :
a. Korpus haemoragikum
Setelah ovulasi akan diikuti santunan darah yang lebih pada sisa-sisa folikel. Terjadi hipertropi dan hiperplasi pada tenunan sehingga tebentuk benda yang bundar menonjol dipermukaan ovarium,kenyal,dan berwarna merah
b. Korpus Luteum
Sebagai jawaban dari proses luteinasi dari korpus haemoragikum oleh imbas hormon LTH, terjadilah pertumbuhan lebih lanjut dari sel-sel tersebut. Tenenuan gres akan berubah warna menjadi kuning dan menghasilkan progesteron yang lama-lama akan tinggi pada puncak siklus birahi.
c. Korpus Albikansia
Berhentinya kegiatan korpus luteum dalam menghasilkan progesteron akan mengakibatkan degenerasi dari sel-selnya lantaran sudah tidak memperoleh suplai darah maka bentuknya menjadi sangat kecil dan berwarna pucat.
Ovulasi pada sapi terjadi sekitar 10-12 jam sesudah estrus berakhir. Adanya gangguan pada ketika ovulasi sanggup mengakibatkan tidak terjadinya fertilisasi dan atau gangguan perkembangan embrio. Gangguan ovulasi sanggup terjadi lantaran defisiensi atau ketidakseimbangan endokrin dan faktor mekanik.
Gangguan ovulasi sanggup berupa ovulasi tertunda, anovulasi dan sista folikuler.
1. Ovulasi tertunda (Delayed ovulation)
Ovulasi tertunda merupakan salah satu penyebab infertilitas. Kejadian ini sanggup menyebebkan perkawinan atau IB tidak sempurna waktu sehingga fertilisasi tidak terjadi dan kesannya kegagalan kebuntingan. Penyebab ovulasi tertunda bisa lantaran rendahnya kadar LH dalam darah atau lantaran diperpanjangnya masa folikuler. Diagnosis sanggup dilakukan secara per rektal folikelnya yaitu 24-36 jam sesudah estrus berakhir. Gejala yang tampak pada perkara ini yaitu terjadinya kawin berulang. Terapi sanggup dilakukan dengan injesi GnRH (100-250 mikrogram Gonadorelin) ketika IB atau santunan hCG.
2. Sista Ovaria
Ovaria dikatakan sistik bila mengandung satu atau lebih struktur yang berisi cairan dan lebih besar dibanding folikel yang masak. Adanya sista tersebut mengakibatkan folikel de graf tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi dan atresia atau mengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat, adanya degenerasi lapisan sel granulosa dan memetap paling sedikit 10 hari. Akibatnya sapi-sapi menjadi anestrus atau nimfomania.
Sista ovaria merupakan salah satu penyebab infertilitas. Faktor predeposisinya yaitu herediter dan diet. Penyebab sista ovaria yaitu gangguan ovulasi dan endokrin. Terapinya sanggup dengan LH/HCG, GnRH, PGF2α. Berdasarkan kejadiannya sista ovaria dibagi menjadi sista folikuler, sista luteal dan sista korpora luteal.
a. Sista folikuler
Merupakan sekumpulan folikel yang tidak mengalami ovulasi disebabkan lantaran rendahnya hormone LH. Jumlah sista bisa satu atau lebih pada salah satu ovarium atau keduanya. Gejala sista folikuler yaitu estrus terus menerus ( nimfomania ) bila sistanya banyak atau anestrus bila sistanya sedikit dan sifatnya anovulotorik. Jika kejadian nimfomania menjadi kronis bisanya mengakibatkan sterility hump. Pada investigasi per rectal terhadap ovarium akan teraba permukaan halus, diameter > 2,5 cm, dinding tipis dan bila ditekan ada fluktuasi. Terapinya sanggup dilakukan dengan cara enukleasi dan santunan hormone LH atau HCG.
b. Sista luteal
Terbentuk lantaran folikel mengalami luteinisasi jawaban peningkatan LTH secara mendadak. Kejadian sista luteal biasanya tunggal pada ovarium dan sering terjadi pada sapi perah yang produksinya tinggi. Gejala sista luteal yaitu tidak mengatakan estrus ( anestrus ) dan sifatnya anvulatorik ( tidak bisa berovulasi ). Pada investigasi per rectal terhadap ovarium teraba diameter > 2,5 cm, permukaan antara ovarium dan luteal berbatas jelas, dindingnya tebal dan bila ditekan terasa kenyal. Terapinya dengan santunan PGF2α atau dengan cara enukleasi terhadap sista luteal.
c. Sista korpora luteal
Sista yang terbentuk dari folikel yang telah berovulasi lalu mengalami luteinisasi sebagian sehingga ada serpihan tengah yang berongga dan berisi cairan., biasanya tunggal pada salah satu ovarium. Pada dasarnya kondisi ini memiliki siklus normal, estrus dan ovulasi serta fertilisasi sanggup terjadi namun kondisi konsepsi tidak sanggup dipertahankan lantaran progesterone dalam darah rendah. Manifesti dari sista korpora luteal ditandai dengan adanya kawin berulang. Pada palpasi per rectal ovarium teraba kenyal bila ditekan, diameter besar > 2,5 cm dan berdinding tebal. Terapinya dengan PGF2α bila tidak terjadi kebuntingan.
3. Anovulasi
Sering dikaitkan dengan true anestrus, namun estrus sanggup terjadi tetapi folikel mengalami regresi atau atresia. Juga sering terjadi pada sapi sesudah partus, dimana ada kegiatan ovarium yang ditandai dengan adanya estrus namun lemah lantaran folikel tidak berkembang secara maksimum dan hilang (anestrus) lantaran folikel mengalami regresi. Tidak berkembangnya folikel hingga masak dan tidak terjadinya ovulasi mungkin disebabkan lantaran rendahnya kadar hormone FSH dan LH.
Kadang folikel tidak regresi dan mencapai ukuran 2-2,5 cm, tapi dindingnya mengalami luteinisasi sehingga menyerupai dengan korpus luteum atau folikel berubah menjadi folikel de graf tetapi gagal ovulasi lantaran gangguan pelepasan hormone gonadotropin.
Gejala klinis dalam perkara ini adanya estrus kembali sesudah perkawinan atau adanya kawin berulang. Pada investigasi per rectal terhadap ovarium teraba rounded atau halus, tidak ada fluktuasi, solid menyerupai korpus luteum. Terapi memakai HCG atau GnRH.
Sumber: www.vet-klinik.com
0 Response to "Induk Sapi Susah Bunting (Invertil), Ini Salah Satu Penyebabnya"