Kebutuhan Jagung Belum Terpenuhi, Impor Jagung Di Stop, Berdampak Pada Kenaikan Harga Pakan Ternak Sekitar 20%
Jagung yaitu salah satu komponen utama penyusun pakan ternak terutama untuk komoditi ternak unggas. Kelangkaan jagung sanggup menjadi pemicu utama naiknya harga pakan unggas menyerupai harga pakan ayam petelur dan ayam pedaging atau broiler. Sedangkan untuk pakan jenis ternak ruminansia menyerupai sapi, kambing dan domba tidak terlalu berpengaruh, hanya saja kenaikkan harga jagung pipilan sanggup menaikkan harga tebon jagung yang merupakan hijauan yang sangat terkenal untuk pakan ternak ruminansia baik ternak potong maupun ternak perah. Saat kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih belum sanggup terpenuhi semua dari produksi jagung dalam negeri tetapi ternyata pemerintah mendadak menyetop impor jagung, apa dampaknya?
Dikutip dari republika.co.id, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan pemerintah menghentikan impor jagung cenderung dipaksakan alasannya yaitu berdampak pada meningkatnya impor gandum dan harga pakan.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menyampaikan pemerintah belum saatnya mengentikan impor jagung alasannya yaitu kebutuhan jagung di Indonesia belum terpenuhi sehingga harus disubstitusi oleh komoditas lain, yakni gandum.
"Memang terjadi penurunan impor jagung, tapi dipaksakan. Karena ada kebijakan untuk tidak mengimpor jagung ya impornya turun. Tapi begitu jagung ditekan, impor gandum malah meningkat drastis," kata Enny, Senin (10/7).
Enny menjelaskan kebutuhan jagung yang belum terpenuhi tersebut, selain untuk konsumsi, juga berdampak pada peningkatan harga pakan ternak sekitar 20 persen.
Kebijakan menghentikan impor jagung yang dikeluarkan Kementerian Pertanian itu juga dinilai terlalu mendadak sehingga 483.185 ton jagung impor sempat tertahan di pelabuhan.
Selain jagung, Indef mencatat pemerintah masih mengimpor beras sebanyak 94.000 ton selama Januari sampai Mei 2017 berdasarkan data Pemberitahuan Impor Barang Ditjen Bea Cukai.
Data PIB juga menyampaikan selama 2016, impor beras Indonesia sebesar 1,3 juta ton, padahal pemerintah telah meningkatkan anggaran dan subsidi untuk produktivitas padi atau beras.
Adapun pemerintahan Jokowi-JK menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis, antara lain padi, jagung, kedelai, dan gula sanggup tercapai dalam waktu tiga tahun.
Demi mencapai sasaran tersebut, anggaran kedaulatan pangan melonjak sampai mencapai 53,2 persen dari Rp67,3 triliun pada 2014 menjadi Rp103,1 triliun pada 2017 yang masuk dalam anggaran APBN kegiatan strategis kedaulatan pangan di Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PUPR dan Kementerian Sosial.
Namun, tingginya alokasi anggaran tersebut dirasa belum optimal dalam mewujudkan kedaulatan pangan alasannya yaitu sebagian komoditas masih harus diimpor.
Sumber republika.co.id
Jagung yaitu salah satu komponen utama penyusun pakan ternak terutama untuk komoditi ternak unggas. Kelangkaan jagung sanggup menjadi pemicu utama naiknya harga pakan unggas menyerupai harga pakan ayam petelur dan ayam pedaging atau broiler. Sedangkan untuk pakan jenis ternak ruminansia menyerupai sapi, kambing dan domba tidak terlalu berpengaruh, hanya saja kenaikkan harga jagung pipilan sanggup menaikkan harga tebon jagung yang merupakan hijauan yang sangat terkenal untuk pakan ternak ruminansia baik ternak potong maupun ternak perah. Saat kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih belum sanggup terpenuhi semua dari produksi jagung dalam negeri tetapi ternyata pemerintah mendadak menyetop impor jagung, apa dampaknya?
Dikutip dari republika.co.id, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan pemerintah menghentikan impor jagung cenderung dipaksakan alasannya yaitu berdampak pada meningkatnya impor gandum dan harga pakan.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menyampaikan pemerintah belum saatnya mengentikan impor jagung alasannya yaitu kebutuhan jagung di Indonesia belum terpenuhi sehingga harus disubstitusi oleh komoditas lain, yakni gandum.
"Memang terjadi penurunan impor jagung, tapi dipaksakan. Karena ada kebijakan untuk tidak mengimpor jagung ya impornya turun. Tapi begitu jagung ditekan, impor gandum malah meningkat drastis," kata Enny, Senin (10/7).
Enny menjelaskan kebutuhan jagung yang belum terpenuhi tersebut, selain untuk konsumsi, juga berdampak pada peningkatan harga pakan ternak sekitar 20 persen.
Kebijakan menghentikan impor jagung yang dikeluarkan Kementerian Pertanian itu juga dinilai terlalu mendadak sehingga 483.185 ton jagung impor sempat tertahan di pelabuhan.
Selain jagung, Indef mencatat pemerintah masih mengimpor beras sebanyak 94.000 ton selama Januari sampai Mei 2017 berdasarkan data Pemberitahuan Impor Barang Ditjen Bea Cukai.
Data PIB juga menyampaikan selama 2016, impor beras Indonesia sebesar 1,3 juta ton, padahal pemerintah telah meningkatkan anggaran dan subsidi untuk produktivitas padi atau beras.
Adapun pemerintahan Jokowi-JK menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis, antara lain padi, jagung, kedelai, dan gula sanggup tercapai dalam waktu tiga tahun.
Demi mencapai sasaran tersebut, anggaran kedaulatan pangan melonjak sampai mencapai 53,2 persen dari Rp67,3 triliun pada 2014 menjadi Rp103,1 triliun pada 2017 yang masuk dalam anggaran APBN kegiatan strategis kedaulatan pangan di Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PUPR dan Kementerian Sosial.
Namun, tingginya alokasi anggaran tersebut dirasa belum optimal dalam mewujudkan kedaulatan pangan alasannya yaitu sebagian komoditas masih harus diimpor.
Sumber republika.co.id
0 Response to "Dilema Impor Jagung Dan Pakan Ternak Mahal"