Potensi Teknologi Embrio Transfer Untuk Meningkatkan Jumlah Kelahiran Kembar Ternak Sapi
Percepatan populasi sapi bisa dilakukan dengan cara pemuliabiakkan ternak sapi melalui banyak sekali teknologi reproduksi. Saat ini yang terkenal dilakukan untuk memperbanyak jumlah indukan bunting yakni dengan Inseminasi Buatan (IB). Pedet hasil IB secara umum akan lahir tunggal menyerupai juga hasil perkawinan sapi secara alami memakai pejantan. Kelahiran pedet kembar memang merupakan fenomena langka dan merupakan berkah tersendiri bagi pemilik induk sapi yang bisa melahirkan pedet kembar.
Fenomena kelahiran pedet kembar jikalau bisa diupayakan secara khusus melalui teknologi reproduksi tertentu, kemungkinan besar bias mempercepat penambahan jumlah populasi sapi di Indonesia. Dan salah satu teknologi yang bisa dimanfaatkan yakni dengan Transfer Embrio (TE).
Apa Yang Dimaksud Dengan Transfer Embrio (TE)?
Transfer Embrio yakni cara pemuliaan ternak yang paling terbaru atau bioteknologi reproduksi generasi kedua sesudah Inseminasi Buatan, transfer embrio yakni penggabungan sel jantan dan sel betina yang dibantu insan diluar badan induknya sesudah itu ditempel di dinding rahim/Uterus sapi betina produktif. Transfer Embrio termasuk salah satu cara memperbaiki mutu genetik pada ternak, alasannya yakni di Indonesia berkurangnya ternak dengan genetik yang bagus.
Cara mengambil Sel Telur dari induk sapi yakni melaksanakan rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi telur dalam jumlah yang besar. kemudian disuntikan spermatozoa dari sapi jantan unggul sehingga terjadi embrio dan sesudah selesai di proses dibekukan dengan N2 cair.
Apa Saja Keuntungan Melakukan Transfer Embrio (TE)?
Beberapa laba dan kelebihan bisa diperoleh dengan melaksanakan transfer embrio, meskipun secara biaya masih belum ekonomis. Keuntungan TE antara lain:
Seleksi Hewan Donor dan Resepien
Seleksi sapi betina donor untuk transfer embrio harus mempertimbangkan faktor-faktor hemat dan genetic yaitu memiliki produktivitas yang tinggi, sehat, memiliki siklus birahi yang regular mulai pubertas. Angka servis tiap konsepsi tidak lebih dari 2. Mempunyai kinerja yang baik, dan tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan maupun gangguan reproduksi yang lainnya.
Sedangkan syarat binatang resepien yakni sapi muda yang bebas penyakit, kinerja yang bagus, dan proses kelahiran sebelumnya mudah. Kandidat resepien perlu diperiksa dengan cermat kondisi kesehatan badan maupun status reproduksinya (Putro, 1994).
Superovulasi Hewan Donor
Superovulasi yakni suatu perjuangan yang dilakukan untuk mendapat ova lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normalnya dengan menawarkan hormone dari luar (Hartantyo, 1987).
Superovulasi memerlukan sediaan gonadotropin yang kaya akan atau memalsukan efek FSH (follicle stimulating hormone). Disamping itu FSH harus ada dalam periode yang cukup untuk memacu pertumbuhan dan pematangan selesai folikel. Sediaan FSH, PMSG (Pregnant mare’s serum gonadotropin) dan HCG (human chorionic gonadotropin) merupakan biro gonadotropin yang lazim digunakan untuk superovulasi. Hasil superovulasi mencakup jumlah embrio dan kualitas embrio sangat bervariasi dan sulit diramalkan.
Respon binatang terhadap preparat gonadotropin tergantung dari musim, bangsa, makanan, macam preparat yang dipakai, berat hidup, umur, fase dari siklus birahi, dan frekuensi proteksi dan takaran gonadotropin yang digunakan (Hartantyo, 1987).
Preparat gonadotropin sanggup diberikan pada fase luteal yaitu hari ke-8 hingga 12 siklus birahi yang diikuti dengan proteksi preparat prostaglandin F2-alfa (PGF2-alfa) untuk melisiskan corpus luteumnya; pada fase proestrus yaitu hari ke-16 hingga 20 siklus birahi tanpa diikuti dengan proteksi PGF2-alfa. Jika superovulasi memakai PMSG maka PGF2-Alfa diberikan 48 jam sesudah menyuntikkan PMSG, namun jikalau memakai FSH, maka PGF2-Alfa diberikan pada hari ke-3 atau bersamaan dengan proteksi FSH yang ke-5. Dosis FSH yang telah digunakan pada sapi Bali yakni 24 mg untuk setiap ekor sapi, yang dibagi menjadi 8 takaran dan diberikan 2 kali sehari selama 4 hari berturut-turut (Putro, 1986; Hartantyo, 1987).
Di Indonesia PMSG lebih banyak digunakan alasannya yakni sanggup diperoleh dengan gampang dan lebih murah dibandingkan dengan FSH-P. Pregnant mare’s serum gonadotropin merupakan glikoprotein komplek yang memiliki kegiatan biologi menyerupai FSH dan LH; dimana kegiatan FSHnya lebih besar. PMSG mengandung asam sialat 10,8% yang berfungsi mencegah degradasi glikoprotein hormone oleh hati (Bindon and Piper, 1986).
Pada spi PMSG memiliki daya kerja yang cukup panjang waktu paruhnya, yakni antara 2-5 hari, sedangkan residunya tetap ada dalam sirkulasi darah hingga 10 hari. PMSG bekerja dengan kemampuannya mencegah atau menghambat proses atresia dari folikel ovaria (Putro, 1994).
Sediaan PMSG di Indonesia sanggup diperoleh dengan mudah, dengan brand dagang Folligon. Dosis PMSG yang dianjurkan pada sapi yakni 1:500-3.000 IU yang disuntikkan secara intramuskuler tiap donor sapi. Untuk membantu proses ovulasi dan mencegah terjadinya folikel anovulasi adakala perlu diberikan HCG awal birahi dengan takaran 1.500-3.000 IU per ekor (Anon, 1991).
Waktu paruh PMSG yang panjang menjadikan problema overstimulasi ovaria. Problem ini sanggup diatasi dengan injeksi intravena antibody monoclonal terhadap PMSG (anti-PMSG) pada ketika inseminasi. Anti-PMSG akan menetralisir PMSG yang ada dengan menurunkan 85% konsentrasi PMSG di darah dalam waktu 1 jam dan hingga konsentrasi yang tidak sanggup dideteksi lagi dalam waktu 2 jam. Salah satu anti-PMSG yang sanggup diperoleh di pasaran yakni Neutra-PMSG (Putro, 1994).
Sinkronisasi Birahi
Sinkronisasi birahi yakni suatu perjuangan yang dilakukan untuk mengendalikan siklus birahi sekelompok binatang betina sehingga birahi terjadi dalam waktu yang bersamaan atau paling tidak dalam waktu 2 atau 3 hari. Dalam acara TE teknik sinkronisasi birahi sanggup digunakan untuk menyeragamkan stadium siklus birahi antara binatang donor dan binatang resipien. Pemindahan embrio sanggup dilaksanakan dengan berhasil ke dalam uterus binatang resipien jikalau stadium siklus birahinya bersamaan dengan keadaan uterus binatang donor (Toilihere, 1981).
Sinkronisasi perlu dilakukan sesudah perlakuan superovulasi semoga waktu ovulasi terjadi dalam waktu bersamaan. Untuk keperluan ini perlu adanya induksi luteolisis dengan biro luteolitik. Agen luteolitik yang sudah teruji keuntungannya yakni PGF2-Alfa. Birahi pada sapi yang sudah di superovulasi akan timbul dalam waktu 36-48 jam sesudah proteksi PGF2-Alfa. Untuk perlakuan sinkronisasi birahi betina resipien perlu diketahui terlebih dahulu siklus birahinya, alasannya yakni corpus luteum sapi peka terhadap PGF2-Alfa hari ke-5 hingga 14 siklus birahi. Jika pada waktu korpus luteum peka diberi perlakuan maka birahi akan timbul 1-4 hari atau rata-rata 2 hari sesudah penyuntikan PGF2-Alfa. Jika kita belum mengetahui siklus birahi sapi tersebut maka dilakukan penyuntikan PGF2-Alfa 2 kali dengan interval 10 hari (Hartantyo, 1987).
Sediaan prostaglandin yang tersedia di pasaran antara lain: Estrumate (Cloprostenol, ICI Pharm. Co, Cambridge, UK) takaran luteolitiknya 500 mg; Reprodin (Luprostiol, Bayer Indonesia) takaran luteolitiknya 15 mg; Lutalyse (Dinoprost tromethamine, Upjohn, Kalamazoo, USA); dan Prosolvin (Luprostiol, Intervet Int. B.V., Bormeer, Holland) takaran luteolitiknya 15 mg. aplikasi sediaan prostaglandin tersebut dianjurkan dengan cara injeksi intramuskuler (Putro, 1994).
Perkawinan Hewan Donor
Perkawinan binatang donor sanggup dilakukan kawin alami atau inseminasi buatan (IB). Apabila dikawinkan secara IB maka diharapkan takaran ganda yang aplikasinya satu takaran diberikan 6 jam sesudah memperlihatkan tanda-tanda birahi dan satu takaran lagi diberikan 6 jam kemudian (Hartantyo, 1987; Putro, 1986).
Pemanenan Embrio dari Donor
Koleksi embrio binatang donor sanggup dilakukan pada hari ke-6 hingga 8 sesudah perkawinan, pada waktu embrio sudah berada pada kornua uteri. Pemanenan embrio yang sudah pernah dilakukan pada sapi Bali yaitu pada hari ke-7 sesudah perkawinan.
Perlengkapan yang diharapkan untuk pemanenan embrio adalah:
1. Sterio mikroskop
2. Foley cateter
3. Larutan PBS
4. Pipa beling berbentuk Y
5. Cawan petri
6. Selang dan jarum suntik
Hewan donor dipersiapkan terlebih dahulu dengan jalan disuntik acethyl promazin takaran 6 mg per ekor.Selanjutnya sapi dimasukkan ke sangkar jepit, kawasan sekitar vulva dibersihkan dan diberi desinfektan dan alcohol 70%. Anastesi epidural dilakukan segera sebelum katerisasi, dengan Lignocaine 2% takaran 4-6 ml. Manfaat anastesi yang diberikan yakni untuk mengurangi rasa sakit, mencegah pengejanan maupun pengeluaran kotoran yang mengganggu pelaksanaan pembilasan.
Cara Pemanenan:
1. Stilette Cassou Insemination Gun dimasukkan ke dalam kateter supaya menjadi kaku, selanjutnya kateter diberi pelumas.
2. Dengan palpasi rectal, kateter dimasukkan perlahan-lahan melewati vagina, cerviks, terus ke kornua uteri hingga 2/3 panjang kornua.
3. Selanjutnya balon kateter diisi udara atau air sebanyak 5 ml, kemudian stiletto gun ditarik. Pipa beling berbentuk hurup Y dipasang, dimana ujung-ujungnya telah terpasang selang penghubung.
4. Larutan PBS dimasukkan tiap-tiap 30-60 ml tergantung besar binatang hingga menghabiskan 500 ml setiap kornua.
5. Hasil bilasan uterus ditampung dalam beker gelas dan dibiarkan mengendap selama 30 menit, selanjutnya supernatannya dibuang dan sisanya dievaluasi di bawah sterio mikroskop.
Evaluasi embrio dilakukan di bawah sterio mikroskop dengan pembesaran lebih dari 40 kali. Embrio yang didapat harus memiliki stadia yang relative sama; yaitu stadium morula (32 sel), morula kompak (blastomer memadat menjadi masa yang lebih kompak), dan blastosis awal (mempunyai blastosel). Adanya embrio yang stadium pertumbuhannya kurang dari 32 sel memperlihatkan adanya kelambatan pertumbuhan. Embrio yang didapat dari media pembilas diambil memakai mikropipet, selanjutnya dimasukkan ke dalam straw mini atau medium bening yang transparan.
Transfer Embrio ke Betina Resipien
Transfer embrio segar maupun beku ke resipien dilakukan pada hari siklus birahi yang sama dengan umur embrio (karena embrio dipanen pada umur 7 hari) maka siklus birahi resipien yang sanggup digunakan yakni 7 ± 1 hari sesudah birahi atau birahi binatang donor dan resipien minimal dalam 24 jam (Heath, 1982).
Transfer dilakukan langsusng ke kornua uteri kurang lebih 5-10 cm dari bifurkasio uteri. Resipien yang tidak memperlihatkan tanda-tanda birahi sesudah 3 siklus birahi yang diharapkan sanggup dilakukan investigasi kebuntingan per rectal untuk memilih berhasil tidaknya acara transfer. Pemeliharaan resipien yang telah bunting sama menyerupai pemeliharaan-pemeliharaan pada binatang bunting pada umumnya.
diolah dari banyak sekali sumber
Percepatan populasi sapi bisa dilakukan dengan cara pemuliabiakkan ternak sapi melalui banyak sekali teknologi reproduksi. Saat ini yang terkenal dilakukan untuk memperbanyak jumlah indukan bunting yakni dengan Inseminasi Buatan (IB). Pedet hasil IB secara umum akan lahir tunggal menyerupai juga hasil perkawinan sapi secara alami memakai pejantan. Kelahiran pedet kembar memang merupakan fenomena langka dan merupakan berkah tersendiri bagi pemilik induk sapi yang bisa melahirkan pedet kembar.
Fenomena kelahiran pedet kembar jikalau bisa diupayakan secara khusus melalui teknologi reproduksi tertentu, kemungkinan besar bias mempercepat penambahan jumlah populasi sapi di Indonesia. Dan salah satu teknologi yang bisa dimanfaatkan yakni dengan Transfer Embrio (TE).
Apa Yang Dimaksud Dengan Transfer Embrio (TE)?
Transfer Embrio yakni cara pemuliaan ternak yang paling terbaru atau bioteknologi reproduksi generasi kedua sesudah Inseminasi Buatan, transfer embrio yakni penggabungan sel jantan dan sel betina yang dibantu insan diluar badan induknya sesudah itu ditempel di dinding rahim/Uterus sapi betina produktif. Transfer Embrio termasuk salah satu cara memperbaiki mutu genetik pada ternak, alasannya yakni di Indonesia berkurangnya ternak dengan genetik yang bagus.
Cara mengambil Sel Telur dari induk sapi yakni melaksanakan rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi telur dalam jumlah yang besar. kemudian disuntikan spermatozoa dari sapi jantan unggul sehingga terjadi embrio dan sesudah selesai di proses dibekukan dengan N2 cair.
Apa Saja Keuntungan Melakukan Transfer Embrio (TE)?
Beberapa laba dan kelebihan bisa diperoleh dengan melaksanakan transfer embrio, meskipun secara biaya masih belum ekonomis. Keuntungan TE antara lain:
- Meningkatkan mutu genetik ternak dari induknya dan pejantan, sedangkan kalau Ib hanya memperbaiki genetik dari sel sperma pejantan
- Mencegah terjangkitnya penyakit kelamin dari terusan kelamin ternak tersebut
- Dengan melaksanakan TE gampang didapatkan keturunan murni dalam waktu singkat, berbeda dengan IB harus melaksanakan IB hingga berapa kali semoga didapatkan galur murni yang diinginkan
- Upaya Lahir Pedet Kembar. Dengan melaksanakan TE diharapkan ternak sapi sanggup melahirkan bayi yang kembar
Seleksi Hewan Donor dan Resepien
Seleksi sapi betina donor untuk transfer embrio harus mempertimbangkan faktor-faktor hemat dan genetic yaitu memiliki produktivitas yang tinggi, sehat, memiliki siklus birahi yang regular mulai pubertas. Angka servis tiap konsepsi tidak lebih dari 2. Mempunyai kinerja yang baik, dan tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan maupun gangguan reproduksi yang lainnya.
Sedangkan syarat binatang resepien yakni sapi muda yang bebas penyakit, kinerja yang bagus, dan proses kelahiran sebelumnya mudah. Kandidat resepien perlu diperiksa dengan cermat kondisi kesehatan badan maupun status reproduksinya (Putro, 1994).
Superovulasi Hewan Donor
Superovulasi yakni suatu perjuangan yang dilakukan untuk mendapat ova lebih banyak dibandingkan dengan keadaan normalnya dengan menawarkan hormone dari luar (Hartantyo, 1987).
Superovulasi memerlukan sediaan gonadotropin yang kaya akan atau memalsukan efek FSH (follicle stimulating hormone). Disamping itu FSH harus ada dalam periode yang cukup untuk memacu pertumbuhan dan pematangan selesai folikel. Sediaan FSH, PMSG (Pregnant mare’s serum gonadotropin) dan HCG (human chorionic gonadotropin) merupakan biro gonadotropin yang lazim digunakan untuk superovulasi. Hasil superovulasi mencakup jumlah embrio dan kualitas embrio sangat bervariasi dan sulit diramalkan.
Respon binatang terhadap preparat gonadotropin tergantung dari musim, bangsa, makanan, macam preparat yang dipakai, berat hidup, umur, fase dari siklus birahi, dan frekuensi proteksi dan takaran gonadotropin yang digunakan (Hartantyo, 1987).
Preparat gonadotropin sanggup diberikan pada fase luteal yaitu hari ke-8 hingga 12 siklus birahi yang diikuti dengan proteksi preparat prostaglandin F2-alfa (PGF2-alfa) untuk melisiskan corpus luteumnya; pada fase proestrus yaitu hari ke-16 hingga 20 siklus birahi tanpa diikuti dengan proteksi PGF2-alfa. Jika superovulasi memakai PMSG maka PGF2-Alfa diberikan 48 jam sesudah menyuntikkan PMSG, namun jikalau memakai FSH, maka PGF2-Alfa diberikan pada hari ke-3 atau bersamaan dengan proteksi FSH yang ke-5. Dosis FSH yang telah digunakan pada sapi Bali yakni 24 mg untuk setiap ekor sapi, yang dibagi menjadi 8 takaran dan diberikan 2 kali sehari selama 4 hari berturut-turut (Putro, 1986; Hartantyo, 1987).
Di Indonesia PMSG lebih banyak digunakan alasannya yakni sanggup diperoleh dengan gampang dan lebih murah dibandingkan dengan FSH-P. Pregnant mare’s serum gonadotropin merupakan glikoprotein komplek yang memiliki kegiatan biologi menyerupai FSH dan LH; dimana kegiatan FSHnya lebih besar. PMSG mengandung asam sialat 10,8% yang berfungsi mencegah degradasi glikoprotein hormone oleh hati (Bindon and Piper, 1986).
Pada spi PMSG memiliki daya kerja yang cukup panjang waktu paruhnya, yakni antara 2-5 hari, sedangkan residunya tetap ada dalam sirkulasi darah hingga 10 hari. PMSG bekerja dengan kemampuannya mencegah atau menghambat proses atresia dari folikel ovaria (Putro, 1994).
Sediaan PMSG di Indonesia sanggup diperoleh dengan mudah, dengan brand dagang Folligon. Dosis PMSG yang dianjurkan pada sapi yakni 1:500-3.000 IU yang disuntikkan secara intramuskuler tiap donor sapi. Untuk membantu proses ovulasi dan mencegah terjadinya folikel anovulasi adakala perlu diberikan HCG awal birahi dengan takaran 1.500-3.000 IU per ekor (Anon, 1991).
Waktu paruh PMSG yang panjang menjadikan problema overstimulasi ovaria. Problem ini sanggup diatasi dengan injeksi intravena antibody monoclonal terhadap PMSG (anti-PMSG) pada ketika inseminasi. Anti-PMSG akan menetralisir PMSG yang ada dengan menurunkan 85% konsentrasi PMSG di darah dalam waktu 1 jam dan hingga konsentrasi yang tidak sanggup dideteksi lagi dalam waktu 2 jam. Salah satu anti-PMSG yang sanggup diperoleh di pasaran yakni Neutra-PMSG (Putro, 1994).
Sinkronisasi Birahi
Sinkronisasi birahi yakni suatu perjuangan yang dilakukan untuk mengendalikan siklus birahi sekelompok binatang betina sehingga birahi terjadi dalam waktu yang bersamaan atau paling tidak dalam waktu 2 atau 3 hari. Dalam acara TE teknik sinkronisasi birahi sanggup digunakan untuk menyeragamkan stadium siklus birahi antara binatang donor dan binatang resipien. Pemindahan embrio sanggup dilaksanakan dengan berhasil ke dalam uterus binatang resipien jikalau stadium siklus birahinya bersamaan dengan keadaan uterus binatang donor (Toilihere, 1981).
Sinkronisasi perlu dilakukan sesudah perlakuan superovulasi semoga waktu ovulasi terjadi dalam waktu bersamaan. Untuk keperluan ini perlu adanya induksi luteolisis dengan biro luteolitik. Agen luteolitik yang sudah teruji keuntungannya yakni PGF2-Alfa. Birahi pada sapi yang sudah di superovulasi akan timbul dalam waktu 36-48 jam sesudah proteksi PGF2-Alfa. Untuk perlakuan sinkronisasi birahi betina resipien perlu diketahui terlebih dahulu siklus birahinya, alasannya yakni corpus luteum sapi peka terhadap PGF2-Alfa hari ke-5 hingga 14 siklus birahi. Jika pada waktu korpus luteum peka diberi perlakuan maka birahi akan timbul 1-4 hari atau rata-rata 2 hari sesudah penyuntikan PGF2-Alfa. Jika kita belum mengetahui siklus birahi sapi tersebut maka dilakukan penyuntikan PGF2-Alfa 2 kali dengan interval 10 hari (Hartantyo, 1987).
Sediaan prostaglandin yang tersedia di pasaran antara lain: Estrumate (Cloprostenol, ICI Pharm. Co, Cambridge, UK) takaran luteolitiknya 500 mg; Reprodin (Luprostiol, Bayer Indonesia) takaran luteolitiknya 15 mg; Lutalyse (Dinoprost tromethamine, Upjohn, Kalamazoo, USA); dan Prosolvin (Luprostiol, Intervet Int. B.V., Bormeer, Holland) takaran luteolitiknya 15 mg. aplikasi sediaan prostaglandin tersebut dianjurkan dengan cara injeksi intramuskuler (Putro, 1994).
Perkawinan Hewan Donor
Perkawinan binatang donor sanggup dilakukan kawin alami atau inseminasi buatan (IB). Apabila dikawinkan secara IB maka diharapkan takaran ganda yang aplikasinya satu takaran diberikan 6 jam sesudah memperlihatkan tanda-tanda birahi dan satu takaran lagi diberikan 6 jam kemudian (Hartantyo, 1987; Putro, 1986).
Pemanenan Embrio dari Donor
Koleksi embrio binatang donor sanggup dilakukan pada hari ke-6 hingga 8 sesudah perkawinan, pada waktu embrio sudah berada pada kornua uteri. Pemanenan embrio yang sudah pernah dilakukan pada sapi Bali yaitu pada hari ke-7 sesudah perkawinan.
Perlengkapan yang diharapkan untuk pemanenan embrio adalah:
1. Sterio mikroskop
2. Foley cateter
3. Larutan PBS
4. Pipa beling berbentuk Y
5. Cawan petri
6. Selang dan jarum suntik
Hewan donor dipersiapkan terlebih dahulu dengan jalan disuntik acethyl promazin takaran 6 mg per ekor.Selanjutnya sapi dimasukkan ke sangkar jepit, kawasan sekitar vulva dibersihkan dan diberi desinfektan dan alcohol 70%. Anastesi epidural dilakukan segera sebelum katerisasi, dengan Lignocaine 2% takaran 4-6 ml. Manfaat anastesi yang diberikan yakni untuk mengurangi rasa sakit, mencegah pengejanan maupun pengeluaran kotoran yang mengganggu pelaksanaan pembilasan.
Cara Pemanenan:
1. Stilette Cassou Insemination Gun dimasukkan ke dalam kateter supaya menjadi kaku, selanjutnya kateter diberi pelumas.
2. Dengan palpasi rectal, kateter dimasukkan perlahan-lahan melewati vagina, cerviks, terus ke kornua uteri hingga 2/3 panjang kornua.
3. Selanjutnya balon kateter diisi udara atau air sebanyak 5 ml, kemudian stiletto gun ditarik. Pipa beling berbentuk hurup Y dipasang, dimana ujung-ujungnya telah terpasang selang penghubung.
4. Larutan PBS dimasukkan tiap-tiap 30-60 ml tergantung besar binatang hingga menghabiskan 500 ml setiap kornua.
5. Hasil bilasan uterus ditampung dalam beker gelas dan dibiarkan mengendap selama 30 menit, selanjutnya supernatannya dibuang dan sisanya dievaluasi di bawah sterio mikroskop.
Evaluasi embrio dilakukan di bawah sterio mikroskop dengan pembesaran lebih dari 40 kali. Embrio yang didapat harus memiliki stadia yang relative sama; yaitu stadium morula (32 sel), morula kompak (blastomer memadat menjadi masa yang lebih kompak), dan blastosis awal (mempunyai blastosel). Adanya embrio yang stadium pertumbuhannya kurang dari 32 sel memperlihatkan adanya kelambatan pertumbuhan. Embrio yang didapat dari media pembilas diambil memakai mikropipet, selanjutnya dimasukkan ke dalam straw mini atau medium bening yang transparan.
Transfer Embrio ke Betina Resipien
Transfer embrio segar maupun beku ke resipien dilakukan pada hari siklus birahi yang sama dengan umur embrio (karena embrio dipanen pada umur 7 hari) maka siklus birahi resipien yang sanggup digunakan yakni 7 ± 1 hari sesudah birahi atau birahi binatang donor dan resipien minimal dalam 24 jam (Heath, 1982).
Transfer dilakukan langsusng ke kornua uteri kurang lebih 5-10 cm dari bifurkasio uteri. Resipien yang tidak memperlihatkan tanda-tanda birahi sesudah 3 siklus birahi yang diharapkan sanggup dilakukan investigasi kebuntingan per rectal untuk memilih berhasil tidaknya acara transfer. Pemeliharaan resipien yang telah bunting sama menyerupai pemeliharaan-pemeliharaan pada binatang bunting pada umumnya.
diolah dari banyak sekali sumber
0 Response to "Embrio Transfer, Upaya Kelahiran Kembar Pada Sapi"